Pekerjaan konstruksi membutuhkan manajemen proyek agar pekerjaan konstruksi dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini manajemen proyek melakukan perencanaan yang matang dengan memperhitungkan sumber daya, biaya, tenaga kerja, material, peralatan dan komponen lainnya.
Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan sebuah sistem integrasi dalam perencanaan atau pemodelan untuk mengkoordinasi dan mengkolaborasikan berbagai stakeholder seperti konsultan perencana, konsultan desain,kontraktor, manager dan lainnya agar pekerjaan konstruksi dapat diselesaikan sesuai batas waktu yang telah ditentukan. Sistem ini disebut dengan dengan Building Information Modeling.
Apa Itu Building Information Modeling?
Building Information Modeling (BIM) merupakan sebuah representasi digital dari proyeksi 3 dimensi dari sebuah konstruksi yang didalamnya memuat berbagai aspek informasi yang dibutuhkan seperti perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pengendalian dan pemeliharaan konstruksi tersebut. Konsep dari BIM sendiri adalah mengintegrasikan model 3D antara disiplin ilmu yang berbeda dengan adanya prinsip kepercayaan dan kolaborasi yang efektif antara setiap bidang di dalamnya untuk mencapai kesuksesan pekerjaan secara efisien.
Proses pemodelan menggunakan metode BIM diawali dengan pengumpulan data yang dibutuhkan. Berdasarkan data tersebut, dibuat pemodelan secara 3D yang mencakup seluruh informasi konstruksi sesuai dengan data. BIM memungkinkan untuk para ahli untuk memvisualisasikan seluruh lingkup dari proyek bangunannya dalam bentuk tiga dimensi sehingga pemodelan ini dapat dimanfaatkan dalam proses perencanaan, pengelolaan, quality control maupun saat pekerjaan konstruksi dilakukan.
Keuntungan Penggunaan BIM
Adanya sistem BIM dapat memudahkan proses koordinasi dan kolaborasi baik sebelum, sesaat maupun sesudah pekerjaan dilakukan. Selain itu, metode ini dapat meningkatkan kecepatan proses desain dan ketepatan dalam melakukan evaluasi manajemen risiko. Hal ini dapat meminimalisir kesalahan dalam penjadwalan dan biaya konstruksi sehingga memudahkan dalam proses pengambilan keputusan.
Dalam alur pekerjaan, BIM memiliki beberapa dimensi diantaranya adalah 3D (Parametric Data for Collaborative Work) yang berfungsi untuk peningkatan visualisasi dan komunikasi desain. 4D (Scheduling) memungkinkan ekstraksi dan visualisasi kemajuan selama periode proyek agar lebih maksimal. 5D (Estimating) digunakan sebagai sarana melacak anggaran biaya yang dibutuhkan untuk proyek dengan melakukan sinkronisasi dimensi 3D (model) dan 4D (waktu). 6D (Sustainability) berguna untuk mengintegrasikan perencanaan dengan analisis performa bangunan mengenai konsep bangunan ramah lingkungan. Dimensi yang terakhir yaitu 7D (Building Management) adalah dengan manajemen bangunan untuk melakukan administrasi bangunan yang kemudian akan digunakan untuk proses pengelolaan dan quality control bangunan.
BIM memiliki tingkatan implementasi pada proses konstruksi yang terdiri dari sebagai berikut:
- BIM Level 0
Tidak adanya kolaborasi dan hanya menggunakan 2D untuk penggambaran dan dokumentasi (drafting) dengan software seperti AutoCAD dan lainnya.
- BIM Level 1
Pemodelan BIM sudah dapat digambarkan secara 3D menggunakan software seperti SketchUp, 3D Max dan lainnya.
- BIM Level 2
Pada level ini, penggunaan BIM dapat dilakukan secara 3D disertai dengan perhitungan volume, schedule dan biaya yang membutuhkan kolaborasi dari beberapa disiplin ilmu.
- BIM Level 3
Tahap level 3 pada BIM menggunakan kolaborasi penuh antar semua disiplin ilmu dan pelaku dengan memakai satu objek (shared object). Seluruh pelaku dapat mengerjakan, memodifikasi objek yang sama atau biasa disebut OpenBIM.
Penggunaan BIM di Indonesia
Penggunaan BIM dalam pekerjaan konstruksi sudah banyak dipakai di berbagai negara. Untuk negara Indonesia, sistem BIM sudah mulai digunakan dalam beberapa pekerjaan konstruksi dan masih terbatas dimanfaatkan pada proses desain dan teknik untuk proyek-proyek besar. Tantangan penggunaan BIM banyak terdapat pada aspek proses. Selain itu, kurangnya spesialis/tenaga ahli, pengetahuan, regulasi/hukum, perbedaan budaya kerja, besarnya biaya investasi aplikasi serta rendahnya peminatan pasar juga mempengaruhi penerapan BIM di Indonesia.